Prelude A Trilogy Gergasi Api Visual Single Pt.1 (Anoa Records, 2021)
The Flames That We Shared adalah single pertama dari Gergasi Api, project duo dari Ekyno (Full Of Hate) dan Alexandra J Wuisan (Sieve, Cherry Bombshell). Perkenalan dengan mereka berdua tidak sengaja ditemukan oleh Sayiba Von mencekam perihal project Gloom Wanderernya. Ekyno dan Sandra sedang rekam vokal di Syailendra Studio, sekitar September 2020 waktu itu. Sosok Sandra dan Ekyno sebelumnya sudah sering saya dengar kiprah di band terdahulunya ketika awal menetap di Bandung. Mendengar mereka merampungkan project duo, saya diam-diam menjadi penasaran dan ingin sekali mendengarkan hasil rekam mereka hari itu, tapi urung. Mungkin nanti, ketika semuanya sudah selesai di proses.
Selang beberapa bulan lamanya, dari laman sosmed instagram, Ekyno mengontak saya pertama kali disana, mengabarkan kalau materi yang mereka bikin sudah bisa didengarkan dan menanyakan kesediaan untuk menggarap visual untuk kover Gergasi Api. Tawaran saya terima dengan isyarat mempersilakan Ekyno mengirimkan demo dan liriknya untuk di dengar. Dan ada hal yang menarik ketika mendengarkan materi pertama mereka waktu itu The Red Knight dan The Flames That We Shared. Beat! Komposisi harmoni dan kord yang monoton Ekyno mengingatkan kembali selintas kepada kebesaran riff atmosfir Black Metal era awal. Kocokan gitarnya yang ramai di setiap senar yang keluar mungkin bisa jadi faktor. Dan seperti saya merasa tidak mempunyai masalah dengan itu, bahkan menjadi nilai plus selain kemonotonan musiknya yang membius. divisi vokalnya Alexandra menuai sesuatu yang dreamy; secara bersamaan. Vokal magis Sandra masih kuat mencengkeram disetiap rima dan musik yang mengikut. Saya selalu mengandalkan insting dan sensasi pengalaman yang terpukau ketika mendengar demo atau materi yang didengarkan pertama kali untuk mengiyakan ikut dalam project proses visual sebuah album. Ini menjadi standar personal saya untuk tergerak dan mau ambil serta. Dan waktu seolah berpihak meskipun di awal saya masih buta dengan konsep dan brief visual yang Gergasi Api inginkan, tapi beberapa bayangan sudah ada dalam kepala untuk merepresentasikan gambaran umum visual yang bisa di keluarkan.
Seperti halnya sebuah pendekatan, kali pertama kita meeting secara online belum menemukan insight yang berarti, ada banyak hal yang coba saya tampung dalam bentuk list keinginan, harapan dan keinterestan Sandra dan Ekyno. Faktor terbesar tentunya juga barisan lirik-lirik Sandra yang saya coba pahami dan cermati. Dan dalam rangka membongkar wacana visual inipun semakin meruncing ketika Sandra memberikan sebuah quotes.
“To be able to manage the grief. To be able to feel the flames of the soul of our soul mate who passed away, we first have to go through death (figurative), go to the underworld, and be reborn (transformation) so our flames resides in both of our souls.”
Oke, aku terdiam untuk berapa saat memahami apa yang ada dalam kalimat ini.
Pertemuan kita berikutnya saya kembali datang dengan membawa satu grand rough sketch, konsep serta preview logo hasil pengejawantahan tentang apa yang bisa saya cermati dan lakukan dalam memvisualkan tiga materi demo lagu yang didengarkan, tiga fragmen scene yang terpisah. Seperti halnya masing-masing lagu yang nantinya akan disatukan dalam frame sleeve artwork EP Gergasi Api. Gayung bersambut baik juga hangat oleh Alexandra dan Ekyno, visi akhirnya kita melebur menjadi satu untuk project ini.
Dari tinjauan logo dan ikon, saya merepresentasi logo mereka yang saya harap bisa menjadi cetak biru untuk di develop dan dikembangkan secara detil tanpa menghilangkan estetika dan makna di kedepan harinya oleh siapapun artist/seniman/ilustrator yang mereka ajak untuk kolab di departemen artworknya. Saya membebaskan diri menggunakan hand lettering untuk logo Gergasi Api sebagai alternatif preview. Sebelumnya juga mencoba melakukan pendekatan typefont dengan style vintage art-deco, dengan beberapa sentuhan rekonstruksi tanpa melupakan sisi artistiknya. Pertimbangan pemilihan fontnya sendiripun selain dari poin-poin yang saya garis bawahi tentang Sandra yang menyenangi membaca karya-karya vintage semacam JR Tolkien, juga sebenarnya meraba karakter musik dan bernyanyi yang Gergasi Api usung gothic, dark tanpa mengesampingkan unsur beat elektronik dan distorsinya yang modern. Akan tetapi typefont ini urung dijadikan sebagai logo bagi Ekyno dan Alexandra. Sehingga terpilih tulisan tangan yang saya bubuhi seperti terlihat yang kemudian touch up final dalam bentuk vektor di Adobe Illustrator.
Adalah sebuah penggalan awal dari bait yang dinyanyikan oleh Sandra yang memulai ini semua ; “…Go, any place be All..” yang sepertinya memberkati tanganku ketika mencoret sketsa awal ilustrasi lagu ini tercipta, membuat keberadaan semakin jelas sejauh saya memandang, fragmen pertama juga single yang pertama akan dirilis adalah The Flames That We Shared, aku tetapkan sebagai sebuah ode untuk api yang terus berkobar merelakan sebagian percikan percikannya hilang. Balutan tematik merayakan perasaan emosi kehilangan dan penemuan kembali citra diri sebagai perspektif dari lirik menjadi sebuah makna rentang waktu yang pendek kita yang ditinggal punya yaitu adalah ‘Sekarang’.